Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Pulihkan Skizofrenia dengan Berdayakan Komunitas Konsumen

97

Denpasar, 24 April 2019

Memberdayakan skizofrenia melalui komunitas konsumen jadi kebutuhan, yakni komunitas yang terhimpun di dalamnya penderita skizofrenia dan keluarga. Keluarga harus terlibat aktif mendukung penyembuhan anggota keluarga yang menderita skizofrenia.

Mereka tidak bisa hanya menyerahkan kepada rumah sakit, karena tak selamanya Ia di rumah sakit. Setelah sembuh mereka akan kembali bersama keluarga. Jadi, keluarga harus bertanggung jawab.

Demikian penjelasan ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) dr. Rai Wiguna, Sp.KJ kepada Menteri Kesehatan dan rombongan media nasional kesehatan, 24 April 2019, di Denpasar, Bali.

Menurut Ketua KPSI dr. Rai Wiguna, SpkJ yang bekerja di RSUD Wangaya Kota Denpasar ini menjelaskan, awalnya banyak penderita skizofrenia yang dipasung, serta tidak ada penanganan yang sistematis, sehingga berita tentang pasung terus berulang, tak ada solusi.

Kemudian ia berinisiatif membentuk komunitas konsumen, yang beranggotakan penderita skizofrenia dan anggota keluarganya sekaligus. Mereka diajak bicara, mendiskusikan dan menceritakan apa yang mereka alami dan rasakan. Mereka juga yang diminta untuk memberikan solusi dengan fasilitasi dari para relawan.

Seluruh kegiatan komunitas konsumen itu dilaksanakan dalam wadah yang bernama “rumah berdaya”. Disinilah komunitas konsumen, komunitas seni, dinas kesehatan, dinas sosial dan pemerintah kota Denpasar, dokter kesehatan jiwa, psikiater dan perawat saling berintegrasi menyelesaikan masalah skizofrenia ini.

Sebelumnya, sudah terlebih dahulu melatih kader kesehatan jiwa untuk mengenali penduduk yang menderita skizofrenia. Mereka bekerjasama dengan puskesmas melakukan pendataan masyarakat yang menderita skizofrenia, kemudian menghimpunya dalam komunitas konsumen.

“Saat ini sudah ada 60 kader kesehatan jiwa, setiap desa mempunyai 5 kader kesehatan jiwa. Sekalipun demikian, kerja yang paling efektif optimalkan peran puskesmas dalam pelayanan kesehatan jiwa”, jelas dr. Rai.

Menurutnya, kita sudah tahu penderita skizofrenia, mulai nama, alamat, obat dan termasuk kapan obat habis. Mulai ada yang bebas gejala skizofrenia, setelah keluar rumah sakit. Mereka ini memerlukan komunitas yang mendukung pemulihan.

“Nah, komunitas konsumen ini yang akan membantu penderita skizofrenia mengontrol minum obat, menyiapkan ruang ekspresi, tempat konsultasi dan aktifitas bersama lainya”, tutur dr. Rai.

Menurut dokter spesialis jiwa ini, kalau tidak ada komunitas komsumen, penderita skizofrenia akan terlantar. Mereka setelah keluar rumah sakit akan masuk rumah sakit lagi. Mereka yang terpasung akan masuk pasung lagi.

Dia mengawali pertemuan komunitas konsumen tahun 2015, seminggu sekali bertemu, bertempat di rumah dokter Rai atau studio seniman. Kemudian difasilitasi Wali Kota, termasuk rekrut 4 alumni skizofrenia menjadi pegawai “rumah berdaya”dengan honor pemerintah Kota Denpasar.

“Kemudian penderita skizofrenia dan keluarga berupaya berdaya datang 2 minggu sekali, ke rumah berdaya, bertemu, berdiskusi, berkarya memberi solusi dari masalah yang ada dirumah masing- masing keluarga”, ujar dr. Rai.

Selanjutnya mereka setiap hari bertemu dengan kominitas di rumah berdaya, bersinergi dengan dinas sosial, dinas kesehatan, komunitas konsumen dan komunitas seni.

Hasil nyata kolaborasi antara orang dengan skizofrenia dan komunitas konsumen adalah mereka mendapat jaminan kesehatan nasional, dengan kartu Indonesia Sehat (KIS) yang sebelumnya tidak _tercover_.

Menurut ketua KPSI, saat ini sudah terhimpun 67 orang dengan skizofrenia (OKS). Hanya saja mereka yang datang secara reguler tiap hari ada 28 orang. Selebihnya temporer, sesuai dengan kebutuhanya masing masing.

Ketika ditanya apa penyebab skizofrenia, dokter Rai mengatakan, penyebabnya banyak faktor, terutama dari dalam, antara kerentanan proses kelahiran, bully waktu masih anak-anak dan penggunaan narkoba.

Hanya saja, kalau cepet berobat, segera bisa sembuh. Apalagi mendapat dukungan keluarga. Banyak yang bisa menjadi dosen, dokter. Maka jangan sampai terlambat berobat, sebab kalau terlambat memang agak lama proses penyembuhannya.

“Uniknya, di rumah berdaya kalau bertemu semua komunitas, sulit bedakan mana dokter dan pasien, sengaja di baurkan. Tidak ada pasien, tidak ada dokter. semua teman dan relawan rumah berdaya”, kata dr. Rai menutup pembicaraan.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(pra)

Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM

Previous Article
Hari Anak Nasional 2024, Masyarakat Harus Pahami Karakteristik TBC
Next Article
Kenali Lebih Dalam Resistansi AMR

MINISTRY OF HEALTH RELEASE


KALENDER KEGIATAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9
Jakarta Selatan 12950
Indonesia

Ikuti Kami:

© 2024